Jumat, 02 Desember 2011

Opening dan TOEFL




Test of English as a Foreign Language disingkat TOEFL adalah ujian kemampuan berbahasa Inggris
Tes ini memakan waktu sekitar tiga jam dan diselenggarakan dalam 4 bagian, yaitu bagian:

- Listening comprehension,
- Grammar structure and written expression,
- Reading comprehension, dan bagian
- Writing.

Nilai hasil ujian TOEFL berkisar antara: 310 (nilai minimum) sampai 677 (nilai maximum) untuk versi PBT (paper-based test).

Difasilitasi oleh PSB dan Lab FKIP UNIRA dengan penguji dari AMEC International yang berkantor pusat di Amerika,

Kamis, 12 Mei 2011

Kiat memilih Program Studi

Written by Administrator
Thursday, 08 October 2009 11:43
www.dikti.go.id

Untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi, seorang calon mahasiswa terlebih dahulu harus dapat mengukur kemampuannya, menentukan bidang apa yang diminatinya, menentukan jenis program pendidikan yang diinginkannya, dan mencari infomrasi mengenai perguruan tinggi mana yang menyelanggarakan bidang yang diminatinya tersebut. Termasuk menanyakan pada dirinya, apa yang menjadi cita-citanya? Keahlian apa yang diperlukan bila seorang mahasiswa memilih karir tertentu? Apakah calon mahasiswa yang bersangkutan ingin belajar jauh dari orangntuanya? Berapa dana yang dibutuhkan? Pendeknya, ada beberapa yang yang dapat digunakan sebagai pertimbangan ketika akan memilih suatu perguruan tinggi, antara lain bidang studi, jurusan, biaya, reputasi perguruan tinggi yang bersangkutan, status akreditasi, fasilitas pendidikan yang tersedia, serta kualitas dan kuantitas dosen yang dimilikinya.

Bidang Studi hal pertama yang harus diperhatikan para calon mahasiswa adalah minat yang akan berkaitan dengan bidang studi yang hendak ditekuni oleh calon mahasiswa. Untuk memilih bidang studi ini, jangan segan-segan utnuk mencari informasi termasuk kepada orangtua, teman maupun guru. Lebih baik lagi jika bertanya kepada orang telah terjun langsung ke dunia kerja di baidang yang diminatinya. Intinya adalah pastikan bahwa calon mahasiswa atau orangtua mengerti benar tentang perbedaan antara satu bidang studi dengan bidang studi yang lain, terutama bidang studi yang memiliki kemiripan.

Untuk mendapatkan informasi mengenai bidang studi di perguruan tinggi, calon mahasiswa dapat memanfaatkan fasilitas Internet, melalui website-website dari perguruan tinggi yang dituju. Atau dapat juga melakukan pencarian dengan Google dan bertanya melalui mailing list.

Salah satu hal yang sangat penting lainnya adalah pertimbangan biaya kuliah. Sebaikan terlebih dahulu bicarakan dengan orang yang akan membiayai kuliah, atau telilti keadaan keuangan yang dimiliki bila akan membiayai kuliah sendiri. Sesuaikan jumlah dana yang tersedia dengan biaya kuliah di perguruan tinggi yang akan menjadi pilihannya. Buatlah rencana pembiayaan untuk melihat jumlah dana yang tersedia selama masa studi. Jangan mengandalkan pekerjaan sampingan. Pastikan bahwa dana yang dimiliki cukup untuk membiayai kuliah sampai selesai. Risiko apabila dana tidak mencukup adalah kerugian yang cukup besar, yaitu dana yang telah dikeluarkan sudah banyak, waktu terbuang percuma dan kuliah tidak selesai.

PTN atau PTS ?

Written by Administrator
Thursday, 08 October 2009 11:34
www.dikti.go.id

Apakah perguruan tinggi negeri (PTN) selalu lebih baik dari perguruan tinggi swasa (PTS)? jawabannya adalah tidak selalu. Ada PTS yang memiliki kualitas yang tidak kalah dengan PTN. Anggapan bahwa PTN selalu lebih baik dari PTS adalah mitos belaka yang selama ini telah dipercaya oleh banyak orang. Anggapan ini muncul karena perguruan tinggi negeri umumnya memiliki sumber daya yang lebih baik, misalnya jumlah dosen yang bergelar doktor lebih banyak. Hal ini disebabkan karena pada masa yang lalu pemerintah lebih memusatkan bantuannya kepada perguruan tinggi negeri.

Masyarakat juga sering beranbggapan bahwa PTS dengan biaya pendidikan yang lebih tinggi adalah perguruan tinggi yang bermutu. Padahal ini bukanlah satu-satunya patokan. Masyarakat perlu memperhatikan hal lain yang dapat membantuk menilai mutu suatu perguruan tinggi diantaranya adalah status akreditasi, fasilitas pendidikan yang tersedia, serta kualitas dan kuantitas dosen yang dimilikinya.

Selasa, 03 Mei 2011



Memilih Perguruan Tinggi dan Masa Depan

JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan perkara mudah bagi para siswa sekolah menengah atas (SMA) yang akan lulus dalam menentukan perguruan tinggi mana dan jurusan apa yang harus mereka pilih. Apa pun keputusan yang diambil, hal itu menjadi titian awal yang akan menentukan nasib dan masa depan mereka.
Persaingan masuk ke perguruan tinggi yang kian ketat, serta biaya yang sangat mahal bagi sebagian siswa menjadi persoalan yang mempersempit peluang melanjutkan pendidikan. Banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam memilih perguruan tinggi, terutama jurusan yang akan diambil.
Bagi sebagian lulusan SMA, keputusan yang diambil tidak hanya berhenti pada perkara akan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya atau tidak. Lebih jauh lagi, hal itu terkait pada keputusan untuk memilih jurusan yang akan mereka ambil.
Program studi yang mereka pilih pada akhimya menjadi pijakan karier yang akan mereka geluti di masa depan. Jurusan yang paling banyak dipilih calon mahasiswa adalah program yang berada pada kelompok studi non-eksakta (sosial dan ekonomi). Jurusan non-eksakta rupanya banyak diminati tak hanya oleh siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, tetapi juga siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam. Tercatat, sedikitnya 30 persen dari responden yang berasal dari jurusan IPA berniat untuk beralih mendalami program studi non-eksakta saat kuliah nanti.
Jurusan ekonomi (akuntansi, manajemen, dan bisnis) menjadi bidang studi yang paling banyak diminati di kelompok ilmu non-eksakta Adapun di kelompok ilmu eksakta, jurusan teknik yang paling banyak dipilih oleh siswa eksakta. Sebagian besar responden mengaku memilih bidang studi berdasarkan passion atau minat yang sesuai dengan kemampuan mereka, sebagian lainnya memilih jurusan berdasarkan pertimbangan bidang studi yang mereka pilih memiliki prospek karier yang cerah bagi masa depan mereka.
Meskipun demikian, ada juga sebagian kecil responden (6 persen) mengaku memilih jurusan tertentu atas permintaan atau anjuran orangtua mereka.
Persiapan
Jika melihat data statistik nasional yang dikelola Kementerian Pendidikan Nasional, tampak peningkatan jumlah pendaftar di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Demikian juga mahasiswa baru dan lulusan yang jumlahnya juga terus meningkat.
Fakta semakin besarnya jumlah lulusan perguruan tinggi tentu berarti pula persaingan di dunia kerja menjadi semakin ketat. Kesadaran pelajar atas realitas tersebut tecermin dari besarnya jumlah siswa dan orangtua yang melakukan persiapan secara serius agar siswa bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi idaman.
Hasil survei menunjukkan, sebagian terbesar siswa merasa tidak cukup dengan bertumpu dan mengandalkan materi pelajaran yang telah diterima dari sekolah. Ini tecermin dari fakta, bahwa sebagian terbesar responden merasa perlu mengikuti bimbingan belajar atau kursus privat untuk mengejar materi tes masuk perguruan tinggi. Padahal, siswa-siswa tersebut sebagian berasal dari sekolah unggulan. Bahkan, sebagian berasal dari sekolah berstandar internasional yang memiliki fasilitas dan kurikulum yang lebih progresif.
Biaya yang dikeluarkan untuk persiapan ini pun tidak sedikit. Setiap siswa mengeluarkan biaya Rp 300.000 hingga Rp 1 juta per bulan untuk bimbingan belajar atau les privat. Bahkan, ada sejumlah siswa yang sudah melakukan persiapan secara intensif sejak menginjak kelas II SMA.
Langsung kerja
Hasil survei memang menunjukkan, mayoritas (84 persen) responden berencana melanjutkan kuliah. Namun, pada sisi lain, tercatat 16 persen responden menyatakan diri tidak akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Beragam alasan dikemukakan. Sebagian terbesar mengaku berniat langsung bekerja atau berwirausaha.
Sementara itu, tak kurang dari 15 persen responden dengan jujur mengaku tidak punya rencana kuliah karena kendala biaya. Responden yang tidak berencana melanjutkan kuliah mayoritas berasal dari sekolah menengah, kejuruan (SMK). Tercatat sedikitnya 46 persen responden siswa SMK yang menyatakan demikian.
Boleh jadi, ini menunjukkan sekolah kejuruan memang dipersiapkan untuk menelurkan lulusan yang siap bekerja sesuai keahlian mereka. Dengan demikian, paradigma ini yang kemudian menancap di benak para siswa SMK.
Siswa sekolah kejuruan sejak awal dipersiapkan untuk memiliki keahlian dan siap untuk bekerja setelah lulus. Meskipun demikian, sebagian mengaku memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan, tetapi terkendala masalah biaya. Untuk itu, setelah lulus SMK, mereka memutuskan langsung bekerja atau membuka usaha sendiri.
(BI PURWANTARI/LITBANG KOMPAS)

Rabu, 09 Maret 2011

Pengamat: LKS Batasi Kreativitas Guru

Senin, 28 Juni 2010 19:36 WIB | 1141 Views

Semarang (ANTARA News) - Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Prof Mungin Eddy Wibowo menilai bahwa pembelajaran menggunakan lembar kerja siswa (LKS) justru membatasi kreativitas guru.

"Dalam lembar kerja siswa (LKS) berisi soal-soal yang harus dikerjakan siswa, hal itu justru membatasi kreativitas guru karena mereka tidak bisa mengembangkan materi secara luas," katanya, di Semarang, Senin.

Menurut dia, para guru memang diharuskan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada buku-buku pelajaran yang sudah diseleksi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Mungin yang juga anggota BSNP itu mengatakan, buku-buku pelajaran itu hanya untuk acuan materi yang diajarkan, tetapi terkait soal seharusnya dibuat sendiri oleh setiap guru yang bersangkutan.

"Para guru bisa membuat soal dengan mengacu buku-buku pelajaran, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tentunya sudah disesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan," katanya.

Pembelajaran semacam itu, kata dia, diyakini dapat memperluas kreativitas guru, karena mereka dapat mengembangkan soal berdasarkan materi yang ada, bukan semata-mata didapatkan dari LKS.

"Lembar kerja siswa sifatnya terpola dan soalnya sudah ditentukan, apalagi jika ternyata LKS yang digunakan tidak sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan tentunya akan merugikan," katanya.

Ia mencontohkan ada siswa yang mengeluh bahwa materi soal-soal ujian nasional (UN) ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan diperoleh di sekolah selama mereka menempuh pendidikan.

"Hal tersebut bisa dimungkinkan siswa hanya diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS, dan LKS itu ternyata tidak mengacu pada materi atau kurikulum yang ada," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, para guru diharapkan tidak semata-mata mengandalkan LKS sebagai upaya untuk mengevaluasi pembelajaran, namun tetap mengandalkan kreativitas dan kemampuan yang dimilikinya.

"Kami hanya bertugas untuk menyeleksi buku-buku pelajaran yang akan digunakan sekolah, kalau untuk LKS bukan wewenang BSNP untuk menyeleksinya," kata Mungin yang juga mantan Ketua BSNP tersebut.

Menurut dia, BSNP menyeleksi setiap buku pelajaran berdasarkan pertimbangan kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan grafik. Hal tersebut untuk mengantisipasi beredarnya buku pelajaran yang tidak sesuai.

Ditanya tentang jumlah buku pelajaran yang telah diseleksi BSNP, ia mengaku jumlahnya sangat banyak, karena setiap mata pelajaran untuk setiap jenjang pendidikan berjumlah lebih dari satu buku.

"Misalnya, mata pelajaran matematika untuk kelas I SD, ada lebih dari satu jenis buku dengan pengarang dan penerbit yang berbeda, demikian juga dengan buku-buku pelajaran untuk jenjang lain," kata Mungin.

(KR-ZLS/M008/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2011